Palang Merah merupakan suatu perhimpunan dari organisasi kemanusiaan terbesar yang anggotanya memberikan pertolongan secara sukarela kepada setiap manusia yang sedang menderita tanpa membeda-bedakan bangsa, golongan, agama, dan politik. Nama resmi Palang Merah adalah Gerakan Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah. Gerakan Palang Merah saat ini memiliki lebih dari 115 juta sukarelawan dari seluruh dunia.
A. PALANG MERAH INTERNASIONAL
Berawal dengan pecahnya perang antara pasukan Perancis, dan Italia melawan Austria pada tahun 1859 di Selferino, Italia Utara. Henry Dunant menyaksikan terjadinya perang tersebut di mana banyak korban perang yang tidak mendapat pertolongan. Karena itu timbul ide atau gagasan untuk memberi pertolongan kepada korban perang tersebut. Pengalaman selama beberapa hari bergelut di medan perang, ia tuangkan di dalam buku yang ditulisnya pada tahun 1962 bejudul “A Memory of Solferino” (Kenangan di Solferino). Buku tersebut berkisah tentang kondisi yang ditimbulkan oleh peperangan, dan mengusulkan agar dibentuk satuan tenaga sukarela yang bernaung di bawah suatu lembaga yang memberikan pertolongan kepada orang yang terluka di medan perang.
1. Komite Internasional Palang Merah (KIPM) atau International Committee of the Red Cross
Sejarah Komite Internasional Palang Merah berawal dari buku kenangan di Solferino (A Memory of Solferino) yang sangat menarik perhatian masyarakat. Di antaranya empat orang penduduk Jenewa tersebut, yaitu: General Dufour, Dr. Theodore Maunoir, Dr. Louis Appia, dan Gustave Moynier.
Mereka bersama Henry Dunant membentuk Komite Lima (1963), mereka merintis terbentuknya KIPM yang kemudian menjadi Internasional Committee of the Red Cross (ICRC). Pada tanggal 22 Agustus 1864 atas prakarsa ICRC, pemerintah Swiss menyelenggarakan suatu konferensi yang diikuti oleh 12 kepala negara yang menandatangani perjanjian internasional yang dikenal dengan Konvensi Jenewa I, yang isinya:
· Tentara yang terluka atau sakit harus diobati.
· Sebagai penghargaan terhadap negara Swiss, maka lambang perlindungan menggunakan tanda Palang Merah di atas dasar putih, yang terjadi dengan mempertukarkan warna-warna federal. Lambang ini hendaknya dipakai untuk rumah sakit, ambulans, dan para petugas penolong di medan perang/ konflik bersenjata.
Karena tanda Palang Merah diasumsikan mempunyai arti khusus, maka pada tahun 1876 simbol bulan sabit merah disahkan untuk digunakan oleh negara-negara Islam. Kedua simbol tersebut memiliki arti, dan nilai yang sama.
“Konferensi Internasional Palang Merah “ yang diselenggarakan empat tahun sekali, dan dihadiri oleh ICRC, Federasi, Perhimpunan Nasional, dan Pemerintah peserta peratifikasi Konvensi Jenewa tahun 1949. Pertemuan itu membahas persoalan-persoalan umum, dan menampung usul-usul serta resolusi di samping mengambil keputusan. Para peserta konferensi memilih anggota Standing Commission (Komisi Tetap) yang bersidang pada waktu di antara dua konferensi Internasional.
Dengan berakhirnya Perang Dunia I, berbagai epidemi penyakit berjangkit bencana kelaparan menjalar. Melihat kenyataan itu, Henry P. Davidson, seorang warga negara Amerika, merasa perlu mendirikan suatu organisasi yang menangani masalah bantuan tersebut. Organisasi ini resmi didirikan pada tanggal 5 Mei 1919 dalam suatu Konferensi Kesehatan Internasional di Cannas, Perancis. Palang Merah Indonesia termasuk anggota ke-68.
Badan tertinggi penentuan kebijaksanaan adalah “General Assembly Board of Gevernors”. General Assembly atau sidang umum dihadiri oleh wakil-wakil dari semua anggota federasi, dan bersidang tiap dua tahun, Presiden Federasi dipilih tiap empat tahun. Jika General Assembly tidak bersidang, maka kebijakan tertinggi dilaksanakan oleh “Executive” yang anggotanya terdiri dari 16 Perhimpunan Nasional (dipilih berdasarkan letak geografis), Presiden, dan Sekjen Federasi.
B. PRINSIP-PRINSIP DASAR PALANG MERAH
Semua kegiatan kemanusiaan dilandasi oleh tujuh prinsip dasar Gerakan Palang Merah, dan Bulan Sabit Merah Internasional. Ketujuh prinsip ini disahkan dalam Konferensi Internasional Palang Merah XX di Wina tahun 1965. Ketujuh prinsip ini juga disahkan dalam Munas XIV Palang Merah Indonesia di Jakarta pada tahun 1986.
a. Kemanusiaan (Humanity)
Gerakan Palang Merah, dan Bulan Sabit Merah Internasional didirikan berdasarkan keinginan memberikan pertolongan tanpa membedakan korban terluka di dalam pertempuran, berupaya dalam kemampuan bangsa, dan antarbangsa, mencegah, dan mengatasi penderitaan sesama manusia. Palang Merah menumbuhkan saling pengertian, kerjasama, dan perdamaian abadi bagi sesama manusia.
b. Kesamaan (Impartiality)
Gerakan ini tidak membuat perbedaan atas dasar kebangsaan, kesukuan, agama/ kepercayaan, tingkatan atau pandangan politik. Tujuannya semata-mata mengurangi penderitaan manusia sesuai dengan kebutuhannya, dan mendahulukan keadaan yang paling parah.
c. Kenetralan (Neutrality)
Agar senantiasa mendapat kepercayaan dari semua pihak, gerakan ini tidak boleh memihak atau melibatkan diri dalam pertentangan politik, kesukuan, agama, atau idiologi.
d. Kemandirian (Independence)
Gerakan ini bersifat mandiri. Perhimpunan Nasional disamping membantu pemerintahannya dalam bidang kemanusiaan, juga harus mentaati peraturan negaranya, harus selalu menjaga otonominya sehingga dapat bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip gerakan ini.
e. Kesukarelaan (Voluntary Service)
Gerakan ini adalah gerakan pemberi bantuan sukarela, yang tidak didasari oleh keinginan untuk mencari keuntungan apapun.
f. Kesatuan (Unity)
Di dalam suatu negara hanya ada satu Perhimpunan Palang Merah atau Bulan Sabit Merah yang terbuka untuk semua orang, dan melaksanakan tugas kemanusiaan di seluruh wilayah.
g. Kesemestaan (Universality)
Gerakan Palang Merah, dan Bulan Sabit Merah Internasional adalah bersifat semesta. Setiap perhimpunan mempunyai hak dan tanggung jawab yang sama dalam menolong sesama manusia.
C. HUKUM PERIKEMANUSIAAN INTERNASIONAL (HPI)
Hukum Perikemanusiaan Internasional atau Internasional Humaniterian Law adalah bagian dari hukum internasional yang memberikan perlindungan terhadap anggota angkatan perang yang luka, sakit, dan tidak dapat lagi ikut dalam peperangan serta penduduk sipil yang tidak ikut berperang. Selain itu juga mengatur metode perang.
Maksud dan tujuan adanya HPI adalah untuk mengatur perang yang terjadi lebih manusiawi, bila perang itu tidak terhindarkan, menentukan orang-orang yang tidak ikut dalam peperangan atau tidak dapat lagi ikut dalam peperangan hendaknya dianggap manusia biasa yang patut dihargai, dan diperlakukan secara manusiawi.
Sasaran penyerangan hanya boleh dilakukan terhadap objek militer, dan bukan objek sipil. HPI sangat erat kaitannya dengan Palang Merah, dimulai dengan lahirnya Konvensi Jenewa 1864 (pertama). Konvensi Jenewa telah dilengkapi, dan diperbaiki pada tahun 1906, 1928, 1949, dan dua protokol ditambahkan pada konvensi tersebut ditahun 1977.
Berikut isi dari keempat Konvensi Jenewa 1949 tersebut:
· Konvensi I: Perlindungan terhadap korban angkatan perang di darat yang luka dan sakit, petugas kesehatan serta petugas di bidang agama.
· Konvensi II: Perlindungan terhadap korban angkatan perang di laut, petugas kesehatan, petugas agama serta kapal perang yang kandas.
· Konvensi III: Perlindungan terhadap tawanan perang.
· Konvensi IV: Perlindungan terhadap orang-orang sipil di masa perang.
Karena keempat konvensi tersebut belum mencakup perlindungan terhadap semua penderita yang diakibatkan oleh pertikaian, maka pada tahun 1977 dikeluarkan dua protokol:
· Protokol I: diterapkan pada konflik bersenjata internasional.
· Protokol II: diterapkan pada konflik non-internasional.
Tiap negara di dunia ikut mengesahkan, dan menyetujui konvensi tersebut. Sekarang lebih dari 160 negara telah ikut menjadi peserta Konvensi Jenewa tahun 1942.
Sesuai ketentuan, negara penandatanganan Konvensi Jenewa 1949, dan Protokol I, dan II 1977, menaati, dan menjamin, bahwa isi konvensi tersebut diketahui dengan sebaik-baiknya terutama oleh angkatan perang, Dinas Kesehatan, dan Rohaniawan (golongan ini mempunyai hak, dan kewajiban dalam Konvensi Jenewa). Masyarakat dan penduduk sipil juga harus memahami HPI ini, agar mereka juga mengetahui hak-hak serta kewajiban di masa pertikaian bersenjata. Kegiatan perikemanusian Palang Merah untuk menolong dan melindungi korban perang merupakan hak dan kewajiban di bawah ketentuan Konvensi Jenewa 1949. Kegiatan ini harus semata-mata bertujuan menolong korban perang sebagai manusia, terlepas dari pertimbangan politik atau militer. Untuk itu PMI turut menyebar luaskan HPI, terutama untuk kalangan PMI, yang dilakukan bersama dengan penyebarluasan prinsip-prinsip Palang Merah.
Tujuan PMI adalah untuk meringankan penderitaan sesama manusia apapun sebabnya, dengan tidak membedakan golongan, bangsa, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
PMI memiliki beberapa lambang seperti berikut:
1. PMI menggunakan lambang Palang Merah di atas dasar putih sebagai tanda Perlindungan sesuai dengan ketentuan Palang Merah Internasional,
2. Lambang PMI sebagai anggota Palang Merah Internasional adalah Palang Merah di atas dasar warna putih,
3. Lambang PMI sebagai Perhimpunan Nasional adalah Palang Merah di atas dasar putih dilingkari bunga berkelopak lima.
Seperti Palang Merah Internasional, lahirnya PMI juga berkaitan dengan kancah peperangan, diawali pada:
a. Masa Sebelum Perang Dunia II
Tanggal 21 Oktober 1873, Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI) didirikan Belanda.
Tahun 1932, Dr. RCL Senduk, dan Dr. Bahder Djohan merencanakan mendirikan badan PMI.
Tahun 1940, pada sidang konperensi NERKAI, rencana di atas ditolak karena menurut Pemerintah Belanda, rakyat Indonesia belum mampu mengatur Badan Palang Merah Nasional.
b. Masa Pendudukan Jepang
Dr. RCL Senduk berusaha lagi untuk mendirikan Badan PMI namun gagal, ditolak Pemerintah Dai Nippon.
c. Masa Kemerdekaan RI
Tanggal 17 Agustus 1945 RI Merdeka.
Tanggal 3 September 1945 Presiden Soekarno memerintahkan kepada Menteri Kesehatan Dr. Buntaran Martoatmodjo untuk membentuk Badan Palang Merah Nasional. Pembentukan PMI dimaksudkan juga untuk menunjukan pada dunia Internasional bahwa Negara Indonesia adalah suatu fakta yang nyata.
Tanggal 5 September 1945 Menkes RI dalam Kabinet I (Dr. Boentaran) membentuk Panitia 5 yang diketuai Dr. R. Mochtar, notulennya bernama Bahder Djohan, sedangkan anggotanya terdiri dari Dr. Djoehana, Dr. Marzuki, Dr. Sintanala.
Tanggal 17 September 1945 tersusun Pengurus Besar PMI yang dilantik oleh Wakil Presiden RI Moch. Hatta yang sekaligus beliau sebagai Ketuanya.
d. Masa Perang Kemerdekaan
Pada masa itu peperangan terjadi di mana-mana, dalam usia muda PMI menghadapi kesulitan, kurang pengalaman, kurang peralatan, dan dana. Namun orang-orang secara sukarela mengerahkan tenaganya, sehingga urusan kepalangmerahan dapat diselenggarakan. Pertolongan dan bantuan tersebut seperti:
· Dapur Umum (DU)
· Pos PPPK (P3K)
· Pengangkutan, dan perawatan korban pertempuran
· Sampai penguburan jika ada yang meninggal
Pertolongan dan bantuan tersebut dilakukan oleh laskar-laskar sukarela di bawah Panji Palang Merah yang tidak memandang golongan, agama, dan politik. Pada waktu itu dibentuk Pasukan Penolong Pertama (Mobile Colone) oleh cabang-cabang, anggotanya terdiri dari pelajar.
e. Beberapa Peristiwa Sejarah PMI
Tanggal 16 Januari 1950, dikeluarkan Keputusan Presiden RI No. 25/ 1950 tentang pengesahan berdirinya PMI.
Tanggal 15 Juni 1950, PMI diakui oleh ICRC.
Tanggal 16 Oktober 1950, PMI diterima menjadi anggota Federasi Internasional Palang Merah, dan Bulan Sabit Merah dengan keanggotaan No. 68.
f. Nama-Nama Tokoh yang Pernah Menjadi Ketua PMI
1. Ketua PMI ke 1 (1945-1946): Drs. Moch. Hatta.
2. Ketua PMI ke 2 (1945-1948): Soetarjo Kartohadikoesoemo.
3. Ketua PMI ke 3 (1948-1952): BPH Bintoro.
4. Ketua PMI ke 4 (1952-1954): Prof. Dr. Bahder Djohan.
5. Ketua PMI ke 5 (1954-1966): P. A. A. Paku Alam VIII.
6. Ketua PMI ke 6 (1966-1969): Letjen Basuki Rachmat.
7. Ketua PMI ke 7 (1970-1982): Prof. Dr. Satrio.
8. Ketua PMI ke 8 (1982-1986): Dr. H. Soeyoso Soemodimedjo.
9. Ketua PMI ke 9 (1986-1992): Dr. H. Ibnu Sutowo.
10. Ketua PMI ke 10 (1992-1998): Hj. Siti Hardianti Rukmana.
11. Ketua PMI ke 11 (1998-2004): Mari’e Muhammad.
12. Ketua PMI ke 12 (2004-2009): Mari’e Muhammad.
13. Ketua PMI ke 13 (2009 – sekarang) M. Jusuf Kalla
g. Struktur Organisasi PMI
Musyawarah Nasional adalah pemegang kekuasaan tertinggi di dalam perhimpunan PMI, dihadiri oleh utusan-utusan Cabang, Daerah serta Pengurus Pusat. Diadakan tiap empat tahun. Saat ini PMI memiliki 306 Cabang dari 31 Provinsi (Daerah).
g. Keanggotaan Palang Merah Indonesia
Di dalam Anggaran Dasar PMI pada Bab VII pasal 11 disebutkan: Organisasi PMI mempunyai anggota yaitu:
1. Anggota Remaja.
2. Anggota Biasa.
3. Anggota Kehormatan.
Semua anggota PMI ini diakui sebagai kekuatan inti organisasi. Anggota PMI adalah potensi sumberdaya, dan dana organisasi. Anggota PMI pada suatu saat dapat menjadi Pengurus PMI dengan status keanggotaannya yang tetap.
1. Anggota Remaja PMI
Mengenai keanggotaan remaja, terdapat apa yang disebut Palang Merah Remaja (PMR). Palang Merah Remaja ini dibentuk oleh PMI pada bulan Maret 1950 yang merupakan perwujudan dari keputusan Liga Palang Merah (League of the Red Cross and Red Crescent Societies). Terbentuknya PMR di Indonesia ini, dan juga PMR di beberapa Palang Merah Nasional lainnya dilatarbelakangi oleh pecahnya Perang Dunia I, di mana pada waktu itu Palang Merah Australia mengerahkan anak-anak sekolah supaya turut membantu sesuai dengan kemampuannya. Kepada mereka diberikan tugas ringan, seperti mengumpulkan pakaian bekas, majalah-majalah bekas dari dermawan, menggulung pembalut, dan sebagainya. Anak-anak ini dihimpun dalam sebuah organisasi yang dinamakan “Palang Merah Remaja”, kemudian prakarsa ini diikuti oleh negara-negara lain.
Beberapa ketentuan menjadi anggota remaja adalah sebagai berkut:
· Wanita-Pria usia di bawah 18 tahun Warga Negara Indonesia.
· Mendaftarkan diri secara sukarela di sekolah masing-masing.
· Mendapat ijin atau persetujuan orang tua.
Hak yang dimiliki anggota remaja PMI adalah sebagai berikut:
· Dapat menjadi anggota biasa PMI jika telah mencapai usia 18 tahun.
· Mendapat kesempatan pendidikan kepalangmerahan.
· Ikut aktif dalam Palang Merah Remaja.
· Dapat mengikuti kegiatan-kegiatan sebagai Anggota Remaja baik di Dalam Negeri maupun di Luar Negeri.
Kewajiban yang dibebankan terhadap anggota remaja PMI adalah sebagai berikut:
· Mengikuti pendidikan, dan latihan dasar Kepalangmerahan.
· Bersedia membantu tugas-tugas Kepalangmerahan, dan tergabung dalam wadah/ kegiatan Palang Merah Remaja.
· Menjaga nama baik organisasi serta mempererat persahabatan baik nasional maupun internasional.
· Mempertinggi keterampilan, dan kecakapan dalam tugas Kepalangmerahan.
Keanggotaan PMR dibagi dalam tiga tingkatan antara lain:
· PMR MULA: Setingkat usia murid SD; 7-12 tahun; Badge warna HIJAU.
· PMR MADYA: Setingkat usia murid SLTP; 13-16 tahun; Badge warna BIRU.
· PMR WIRA: Setingkat usia murid SLTA; 17-21 tahun; Badge warna KUNING.
Walaupun PMR sesuai dengan tingkatnya, adakalanya diperbantukan pula dalam tugas-tugas Kepalangmerahan, seperti turut membantu memberikan pertolongan P3K dan lain-lain, namun tugas kewajiban utama yang dibebankan kepada PMR adalah:
· Berbakti kepada masyarakat.
· Mempertinggi ketrampilan, dan memelihara kebersihan dan kesehatan.
· Mempererat persahabatan nasional, dan internasional.
2. Anggota Biasa PMI
Beberapa ketentuan menjadi anggota biasa adalah sebagai berkut:
· Wanita-pria usia di atas 19 tahun Warga Negara Indonesia.
· Mendaftarkan diri secara sukarela atas nama pribadi.
· Mengetahui asas, dan tujuan PMI, dan bersedia mengikuti tata tertib organisasi PMI.
Kewajiban yang dibebankan terhadap anggota biasa PMI adalah sebagai berikut:
· Membayar iuran anggota.
· Menyumbangkan pikiran, tenaga, dan dana untuk menolong sesama yang menderita sesuai dengan kemampuan.
· Menjaga nama baik organisasi.
· Memajukan organisasi.
Hak yang dimiliki anggota biasa PMI adalah sebagai berikut:
· Hak suara dalam rapat organisasi.
· Hak memilih, dan dipilih, menjadi Pengurus PMI.
· Mendapatkan informasi tentang organisasi.
· Mendapatkan kesempatan pendidikan, dan latihan Kepalangmerahan.
· Ikut aktif dalam Korps Sukarela.
· Mendapatkan kesempatan begotongroyong, dan saling menolong antara anggota PMI.
· Menikmati kepuasan batin sebagai insan yang memperhatikan nasib sesama.
Anggota biasa diharapkan aktif dalam TSR (Tenaga Sukarela) dan KSR (Korps Sukarela) sesuai dengan minat, dan kondisinya.
Setiap anggota biasa perhimpunan PMI pada dasarnya merupakan Tenaga Sukarela (TSR) yang menyumbangkan tenaga, waktu, pikiran, dan dana, baik secara keseluruhan maupun bagian-bagiannya untuk tugas kemanusiaan.
KSR adalah kesatuan atau unit di dalam perhimpunan PMI yang beranggotakan pribadi anggota biasa perhimpunan PMI yang menyatakan diri menjadi KSR PMI.
TSR dan KSR memiliki fungsi sebagai berikut:
· Fungsi TSR PMI adalah sebagai tenaga pelaksana perhimpunan PMI dalam melaksanakan tugas kemanusiaan.
· Dalam menjalankan fungsinya, TSR PMI, dan KSR PMI berstatus sebagai tenaga sukarela.
· Sebagai kesatuan maupun sebagai pribadi sukarelawan TSR PMI, dan KSR PMI wajib mengikuti tata aturan, dan ketentuan yang ditetapkan.
Tugas TSR/ KSR PMI adalah melaksanakan pertolongan/ bantuan secara pribadi atau secara berkelompok yang terarah. Setiap KSR dapat bertugas membantu tugas KSR dalam bidang-bidang tertentu.
3. Anggota Kehormatan PMI
Anggota Kehormatan PMI merupakan tanda Penghargaan bagi seseorang karena jasa-jasanya dalam menyumbangkan pikiran, tenaga maupun dana yang luar biasa (ekstra ordiner). Pengurus Daerah, dan Pengurus Cabang dapat mengusulkan seseorang untuk diangkat menjadi Anggota Kehormatan dengan alasan yang sangat kuat. Pengurus Pusat sendiri yang akan mengeluarkan Surat Keputusan Pengangkatan Anggota.
Beberapa ketentuan menjadi anggota terhormat adalah sebagai berkut:
· Wanita-Pria tanpa batas usia.
· Telah berbuat jasa bagi PMI, dan diusulkan oleh Pengurus untuk diangkat.
· Bersedia diangkat menjadi Anggota Kehormatan.
Kewajiban yang dibebankan terhadap anggota kehormatan PMI adalah sebagai berikut:
· Menjaga nama baik organisasi.
· Memberi perhatian terhadap PMI.
Hak yang dimiliki anggota kehormatan PMI adalah sebagai berikut:
· Memilih, dan dipilih menjadi Pengurus PMI.
· Mengikuti perkembangan organisasi.
· Ikut mengembangkan, dan memajukan PMI dengan menyampaikan saran kepada Pengurus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar